HFANEWS.COM – Hakim agung nonaktif, Gazalba Saleh hari ini, Senin (6/5/2024) tengah menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).
Dalam persidang hari ini, Gazalba Saleh didakwa atas dugaan gratifikasi serta tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).
“Menerima gratifikasi, yaitu menerima uang sejumlah Rp 650 juta dari Jawahirlul Fuad terkait perkara kasasi,” kata jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat sidang pembacaan dakwaan, Senin (6/5/2024).
Jaksa KPK menyebut Jawahirlul Fuad merupakan pemilik usaha UD Logam Jaya yang tengah diproses hukum terkait kasus pengelolaan limbah B3 tanpa izin. Pengadilan Negeri Jombang pada 7 April 2021 menjatuhkan hukuman 1 tahun penjara terhadap yang bersangkutan. Pengadilan Tinggi Surabaya memperkuat putusan tersebut.
“Bahwa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya tersebut, terdakwa (Gazalba) menerima sejumlah uang dari Jawahirlul Fuad selaku pihak yang memiliki kepentingan terhadap jabatan terdakwa selaku hakim agung RI, yang seluruhnya berjumlah Rp 650 juta,” ungkap jaksa KPK.
Gazalba didakwa melanggar Pasal 12 B juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Selain itu, Gazalba juga didakwa TPPU. Dia didakwa bersama Edy Ilham Shooleh dan Fify Mulyani.
Jaksa KPK menyebut Gazalba memakai uang diduga hasil pidana untuk membeli 1 unit mobil New Alphard; sebidang tanah/bangunan di Kabupaten Bogor; tanah/bangunan di Bekasi; melunasi kredit pemilikan rumah (KPR) di Kelapa Gading senilai Rp 2,95 miliar; dan menukarkan mata uang dolar Singapura senilai Sin$ 139.000 serta US$ 171.100 menjadi rupiah senilai Rp 3.963.779.000.
“Yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan,” ungkap jaksa KPK.
Baca Juga: Sidang Kasus SYL Kembali Digelar, Jaksa KPK Hadirkan 4 Saksi
Atas perbuatannya, Gazalba didakwa melanggar Pasal 3 UU Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Dibeberkan jaksa KPK, Fuad bertemu dengan Ahmad Riyad, kemudian mencari jalur pengurusan perkara di MA. Fuad diminta menyiapkan Rp 500 juta. Lalu diketahui bahwa majelis hakim agung yang akan mengurus kasus Fuad di tingkat kasasi yakni Desnayeti, Yohanes Priyatna, serta Gazalba Saleh.
Pada 30 Juli 2022, Ahmad Riyad bertemu dengan Gazalba. Ahmad menyampaikan permintaan dari Fuad agar diputus bebas dalam kasasinya.
“Pada 6 September 2022, bertempat di kantor MA, Jakarta Pusat, dilaksanakan musyawarah pengucapan putusan perkara dengan amar putusan mengabulkan permohonan kasasi dari pemohon Jawahirul Fuad yang pada pokoknya Jawahirul Fuad dinyatakan bebas atau dakwaan dinyatakan tidak terbukti,” tutur jaksa KPK.
Setelah putusan, masih pada September 2022, Ahmad Riyad menyerahkan uang ke Gazalba senilai Sin$ 18 ribu atau sekitar Rp 200 juta. Ahmad lalu meminta tambahan dari Fuad senilai Rp 150 juta. Ahmad disebut menerima Rp Rp 450 juta, sedangkan Gazalba Rp 200 juta.
“Bahwa terdakwa bersama dengan Ahmad Riyad menerima uang dari Jawahirul Fuad keseluruhan sejumlah Rp 650 juta,” ujar jaksa KPK.
Penerimaan gratifikasi itu, sebut jaksa, tidak dilaporkan Gazalba ke KPK dalam waktu 30 hari kerja. Padahal penerimaan uang tersebut tidak sah menurut hukum. (HFAN/Arum)