HFANEWS.COM – Ukraina telah menghadapi invasi besar-besaran Rusia yang mengakibatkan wilayah timurnya diduduki. Konflik tersebut memicu darurat militer di Ukraina yang menunda sementara pesta demokrasi alias pemilihan presiden di negara tersebut.
Namun meski masyarakat Ukraina telah menyatakan dukungan luas terhadap penundaan tersebut, beberapa politisi dalam maupun luar negeri mempertanyakan apakah hal tersebut bertentangan dengan cita-cita demokrasi negara tersebut.
Bahkan anggota pemerintahan Zelensky sendiri telah mengisyaratkan keterbukaan terhadap kemungkinan diadakannya pemungutan suara.
Baca Juga : Krisis Keuangan AS dalam Mendukung Perlawanan Ukraina terhadap Rusia
“Kami tidak akan menutup kemungkinan Pemilu ini,” kata Menteri Luar Negeri Dmytro Kuleba pada Konferensi Kebijakan Dunia tahunan bulan lalu. presiden ukraina juga mempertimbangkan dan memperhitungkan berbagai pro dan kontra.
Namun, Institut Sosiologi Internasional Kyiv (KIIS) mengadakan jajak pendapat nasional pada bulan Oktober, delapan dari 10 responden mengatakan pemilihan presiden dan parlemen harus ditunda sampai perang selesai.
Pada bulan yang sama, survei yang dilakukan oleh International Republican Institute (IRI) menguatkan opini publik yang luas. Hanya dua dari 10 responden yang meyakini pemilihan presiden harus diadakan di masa perang.
Kelompok masyarakat sipil juga mendukung pandangan tersebut. Pada bulan September, 100 organisasi non-pemerintah, baik Ukraina maupun multinasional, menandatangani pernyataan menentang penyelenggaraan Pemilu pada masa perang.
Laporan tersebut menyebutkan tantangan-tantangan yang ada, termasuk ketidakmungkinan memastikan partisipasi penuh militer dan pemilih di luar negeri. Diperkirakan 6,3 juta warga Ukraina saat ini menjadi pengungsi. Lima juta lainnya menjadi pengungsi internal.
Pernyataan tersebut juga mencatat kemungkinan “kurangnya persaingan politik”, mengingat hak dan kebebasan dipersempit di bawah darurat militer.
Ada juga kekhawatiran praktis lainnya. Rusia meluncurkan drone ke kota-kota Ukraina hampir setiap hari dan dapat menargetkan tempat pemungutan suara.
Dua pertiga warga Ukraina juga percaya bahwa sistem pemungutan suara elektronik di negaranya rentan terhadap peretasan oleh agen Rusia, menurut jajak pendapat KIIS. (hf/dvd)