HFANEWS.COM – Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) negara-negara Goup of Seven (G7) menyoroti pengaruh besar dari perekonomian China. Negara G7 menyatakan tekadnya untuk melawan praktis bisnis China yang dinilai berbahaya.
Terkait ekonomi China, Negara G7 sebelumnya menilai bahwa perdagangan negara tersebut telah menyebabkan pasar yang tidak seimbang, misalnya pada sektor kendaraan listrik, baja, dan energi terbarukan.
Melansir Reuters, Sabtu (15/6/2024), Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni, tuan rumah KTT, menyampaikan bahwa kehadiran Paus dan kepala negara dan pemerintahan lainnya, termasuk Perdana Menteri India dan Raja Yordania, menunjukkan bahwa G7 bukanlah sebuah kelompok yang tertutup dan eksklusif.
“Kami tidak akan pernah menerima narasi yang menganggap ‘Barat melawan yang lain’,” kata Meloni dalam pertemuan tersebut pada Jumat, (14/6/2024).
Selain itu, kehadiran Paus Fransiskus pertama kalinya dalam KTT G7 telah menjadi sorotan. Dia yang tiba dengan kursi roda disambut hangat oleh para pemimpin termasuk Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dan Presiden Argentina Javier Milei.
Paus dalam pertemuan tersebut menyampaikan terkait pro dan kontra atas kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
Menurutnya, AI dapat memicu antusiasme dan memperluas akses terhadap pengetahuan. “Namun pada saat yang sama, hal ini juga dapat membawa ketidakadilan yang lebih besar antara negara maju dan negara berkembang atau antara kelas sosial yang dominan dan yang tertindas,” kata Paus.
Baca Juga: Rupiah Diprediksi Berfluktuasi Saat Pasar Menanti Data Ekonomi AS
Namun demikian, G7 dalam pernyataan KTT yang dirilis pada Jumat malam menyatakan bahwa kelompok negara itu tidak berusaha merugikan China atau menghambat perkembangan ekonominya.
Di sisi lain, negara G7 akan mengambil tindakan untuk melindungi bisnis mereka dari praktik-praktik yang tidak adil, untuk menyamakan posisi dan mengatasi kerugian yang sedang berlangsung.
G7 juga memperingatkan akan mengambil tindakan terhadap institusi-institusi keuangan China yang membantu Rusia mendapatkan senjata untuk perangnya melawan Ukraina. (HFAN/Arum)