HFANEWS.COM – Posisi Logistics Performance Index (LPI) Indonesia pada 2023 anjlok. Dari 139 negara, Indonesia menempati peringkat ke-63, turun 17 peringkat dari peringkat ke-46 pada 2018.
Ekonom Nasional, Hardi Fardiansyah berkeyakinan, anjloknya kinerja logistik di Indonesia dipengaruhi oleh disrupsi rantai pasok yang terjadi selama pandemi dan pasca Covid-19 yang menyebabkan proses pengiriman di pelabuhan menjadi tidak efisien.
“Faktor lainnya ialah tensi geopolitik global yang sempat tinggi membuat transaksi perdagangan internasional menjadi terhambat,” kata Hardi dalam keterangannya, dikutip dati Bisnisreview.Com, Jumat (21/7/2023).
Menurut Hardi, LPI adalah benchmark kinerja logistik suatu negara yang dirilis tiap tahun genap oleh Bank Dunia. Benchmark ini secara umum memberikan gambaran kondisi logistik perdagangan suatu negara. Indeks ini, tambah Hardi, kerap kali menjadi acuan bagi investor untuk menanamkan modalnya di Tanah Air.
“Padahal Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengalokasikan anggaran infrastruktur dalam APBN 2023 sebesar Rp 391,7 triliun, atau naik 4,9% dari anggaran tahun lalu yang sebesar Rp 373,1 triliun. Sayangnya, kinerja logistik Indonesia malah jeblok di 2023,” ujar Hardi
Hardi menandaskan, bila merujuk data Kementerian Keuangan, anggaran infrastruktur di Indonesia melonjak 120% pada era Presiden Jokowi, dari Rp 177,9 triliun pada 2014 menjadi Rp 391,7 triliun pada 2023.
Baca Juga: https://hfanews.com/dosen-cantik-yang-viral-pentingnya-sosial-media-di-era-digital/
“Bahkan jika dihitung dalam periode penuh pemerintahannya (2014-2022), Jokowi sudah menghabiskan anggaran infrastruktur sebanyak Rp 2.778,2 triliun. Namun, pembangunan infrastruktur yang menelan cukup banyak kas negara itu pada kenyataannya tidak berbanding lurus dengan kinerja logistik tanah air, yang digambarkan pada Logistic Performance Index (LPI) Indonesia 2023,” papar Hardi.
Lebih lanjut, Dosen STIH Dharma Andigha itu memaparkan, ada beberapa kendala yang menjadi tantangan khususnya pada sektor transportasi dan logistik Indonesia, diantaranya terkait arus distribusi logistik di Indonesia yang dipengaruhi oleh kondisi geografis dan karakteristik lingkungan yang beragam, serta belum meratanya pembangunan infrastruktur dan sarana prasarana.
Namun menurut dia, hal itu dapat diatasi melalui kolaborasi antara Kementerian Perhubungan dengan Badan Usaha Pelabuhan untuk mengoptimalkan penataan pelabuhan, selain itu menerapkan skema pendanaan kreatif pada beberapa pelabuhan melalui Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
Di samping itu, kata Hardi, perlu adanya pembenahan tata kelola sektor logistik juga membutuhkan sinergi antarpemangku kepentingan, dalam hal ini dukungan dari seluruh Kementerian/Lembaga (K/L) terkait di pelabuhan sangat dibutuhkan. Terutama dalam simplifikasi tatanan birokrasi, aturan dalam tata kelola, serta efisiensi proses bisnis logistik.
“Upaya tersebut terus perlu dilakukan secara intens dan massif agar tiap-tiap pelabuhan yang berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dapat semuanya terdigitalisasi dan terintegrasi dengan Kementerian/Lembaga lainnya,” pungkasnya. (HFAN/Red)