HFANEWS.COM – Gerakan boikot produk Israel makin meningkat, terlebih setelah Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa Nomor 83 Tahun 2023 tentang Hukum Dukungan terhadap Palestina.
Dalam Fatwa ini tertuang bahwa mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina atas agresi Israel hukumnya wajib. Sebaliknya, mendukung Israel dan mendukung produk yang dukung Israel hukumnya haram.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat dampak di sisi perdagangan terkait boikot produk Israel setelah serangan ke Palestina serta Rusia dan Ukraina tidak mengganggu kinerja perdagangan internasional Indonesia.
Baca Juga: Akibat Gerakan Boikot , Israel Merugi Triliyunan
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini menjelaskan bahwa sepanjang Januari hingga Oktober 2023 (year-to-date/ytd), kinerja ekspor Indonesia ke Palestina memberikan andil cukup kecil, yakni 0,0011% terhadap total ekspor.
“Sementara share impor Palestina dari Januari sampai Oktober 0,0000%, karena kecil sehingga kami sampai dengan 4 digit desimal juga belum bisa menunjukkan besarannya,” ujarnya dalam Rilis Berita Resmi Statistik, Rabu (15/11/2023).
Pudji juga menyampaikan bahwa dalam periode yang sama terdapat 0,07%, total ekspor Indonesia ke Israel. Jumlah ekspor Indonesia ke Israel mencapai US$140,57 juta atau Rp2,18 triliun (kurs Rp15.500 per dolar AS).
Sementara share impor nonmigas dari Israel ke Indonesia untuk periode Januari-oktober 2023 sebesar 0,0110%. “Sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi politik di dua negara tersebut tidak signifkan berpengaruh terhadap kinerja perdagangan internasional Indonesia,” tuturnya.
Adapun, komoditas utama ekspor dari RI ke Israel adalah lemak dan minyak hewani/nabati (HS15) senilai US$39,18 juta. Sementara komoditas impor dari Israel adalah mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya (HS 84) dengan nilai US$5,03 juta.
Berbeda dengan Palestina, baik ekspor dan impor merupakan komoditas makanan. masing-masing HS 21 atau berbagai makanan olahan US$1,85 juta dan HS 08 atau buah-buahan US$1,43 juta.
Dua negara lain yang tengah menghadapi konflik, yakni Rusia dan Ukraina juga demikian. Pudji menyampaikan bahwa komoditas utama impor Indonesia dari Ukraina adalah serealia. Untuk memenuhi kebutuhan, Indonesia memiliki pangsa pasar alternatif untuk sumber impor serealia, yakni Australia dan Argentina.
“Sehingga kondisi konflik antara Rusia-Ukraina tidak signifikan berpengaruh terhadap kinerja perdagangan internasional di Indonesia,” ujarnya. (HFAN/Arum)