HFANEWS.COM – Direktur Eksekutif Center of Law and Economic Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengungkapkan adanya risiko defisit semakin melebar meski pemerintah telah merenggangkan target defisit ke angka 2,82% dalam rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.
Potesi terseut, kata Bhima bisa muncul mengingat sederet rencana presiden terpilih Prabowo Subianto yang membutuhkan dana lebih besar.
Pada APBN 2024, pemerintah awalnya merancang defisit di angka 2,29% atau sekitar Rp522,8 triliun dari PDB. Namun pada kuartal I/2024 seiring dengan penyaluran bantuan sosial dan subsidi pupuk yang mengalami peningkatan, pemerintah mengerek target defisit ke angka maksimal 2,8%.
“Sepertinya soal defisit 2,8% masih ada celah untuk diperlebar melihat program Prabowo kedepan butuh anggaran besar,” ujarnya, dikutip Selasa (21/5/2024).
Sementara dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) yang menjadi landasan APBN 2025, defisit dirancang pada kisaran 2,45% hingga 2,82% dari produk domestik bruto (PDB).
Baca Juga: Siapkan APBN 2025, Sri Mulyani Pastikan Berjalan Baik
Di sisi lain, langkah pemerintah jika ingin menaikkan penerimaan pajak pun perlu berhati-hati pada tahun pertama pemerintahan Prabowo Subianto bersama Gibran Rakabuming.
Salah langkah, Bhima melihat justru pertumbuhan ekonomi yang ambisius yang akan terancam. Untuk itu, jalan lain untuk memenuhi kebutuhan anggaran program-program tersebut, yakni utang dengan konsekuensi memperlebar defisit.
Jika angka 2,82% tak cukup, bukan tidak mungkin Prabowo akan melakukan perubahan dalam APBN atau APBN-P. Pasalnya, saat ini masih sangat dinamis karena program prioritas Prabowo belum disampaikan kebutuhan anggaran secara terperinci.
“Jadi pemerintahan yang baru tentu melakukan penyesuaian lagi dengan APBN-P misalnya untuk koreksi target defisit yang dibuat Sri Mulyani,” ungkapnya.
Dalam KEM-PPKF yang disampaikan Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR, Senin (20/5/2024), disebutkan adanya peningkatan gizi anak sekolah serta bantuan gizi untuk anak balita dan ibu hamil.
Di mana peningkatan gizi anak sekolah terdapat dalam pos anggaran pendidikan yang totalnya direncanakan mencapai Rp708,2 triliun hingga Rp741,7 triliun. Sementara bantuan gizi untuk anak balita dan ibu hamil masuk dalam pos anggaran kesehatan yang diperkirakan pada rentang Rp191,5 triliun hingga Rp217,8 triliun.
Adapun, Sri Mulyani menyampaikan defisit yang lebar ini sebagai cara pemerintah memberikan ruang fiskal bagi pemerintahan baru untuk menjalankan programnya.
“Karena masih di dalam program besar atau pagu besar, itu yang kita lakukan prinsipnya memberikan ruang fiskal bagi kemungkinan program tersebut untuk dijalankan,” jelasnya.
Perlu diketahui, dokumen ini masih berupa rancangan untuk APBN 2025. Sementara Jokowi nantinya akan menyampaikan RAPBN 2025 pada Nota Keuangan 16 Agustus 2024 mendatang. (HFAN/Arum)