HFANEWS.COM – Ketua bank sentral AS (The Fed) Jerome Powell memberikan peringatan akan tingginya harga minyak serta inflasi yang jauh dari target. Dilansir dari Refinitiv, rupiah dibuka pada angka Rp15.670/US$ atau melemah 0,13%. Hal ini meneruskan tren pelemahan rupiah yang terjadi selama empat hari terakhir dan semakin mendekati level psikologis Rp15.700/US$.
Sementara indeks dolar AS (DXY) pada pukul 08.59 WIB turun 0,04% menjadi 105,86. Angka ini lebih rendah dibandingkan penutupan perdagangan kemarin (9/11/2023) yang berada di angka 105,91.
Rupiah pada perdagangan hari ini (10/11/2023) tampak terdapat tekanan yang menghantuinya khususnya yang datang dari faktor eksternal, baik China dan AS.
Kemarin (9/11/2023), China telah mengumumkan bahwa China berada dalam posisi deflasi 0,2% (year on year/yoy) pada Oktober 2023, dibandingkan dengan angka yang datar pada bulan sebelumnya dan perkiraan pasar yang turun sebesar 0,1%, menunjukkan bahwa berbagai langkah stimulus dari China tidak memberikan banyak manfaat dalam merangsang pengeluaran secara keseluruhan.
Hal ini menjadi kekhawatiran pelaku pasar mengingat China merupakan negara terbesar di Asia serta merupakan tujuan utama ekspor Indonesia. Maka dari itu, perlambatan ekonomi Indonesia berpotensi besar merambat ke domestik.
Beralih ke AS, Ketua bank sentral AS (The Fed) Jerome Powell dalam Konferensi Riset Tahunan Jacques Polak ke-24 di Washington DC menyatakan bahwa masih banyak upaya yang perlu dilakukan dalam upaya melawan tingginya harga minyak serta komitmennya untuk mencapai kebijakan moneter yang cukup ketat untuk menurunkan inflasi hingga 2% seiring berjalannya waktu.
Lebih labjut Powell juga mengatakan jika diperlukan pengetatan kebijakan lebih lanjut, tidak akan ragu untuk melakukannya. “Namun, kami akan terus bergerak dengan hati-hati.
Berdasarkan perangkat CME Fedwatch, 14,5% pelaku pasar meyakini bahwa The Fed akan menaikkan suku bunganya sebesar 25 basis poin (bps) pada pertemuan Desember 2023. Hal ini lebih tinggi dari hari sebelumnya yang hanya sebesar 9,6%.
Sementara pada Januari 2024, persentase pelaku pasar lebih tinggi yakni 23,3% yang meyakini bahwa The Fed akan menaikkan suku bunganya menjadi 5,50-5,75%.
Pernyataan tersebut dikhawatirkan bisa kembali memicu ‘badai’ capital outflow dari Emerging Markets, seperti Indonesia. Padahal, pasar keuangan Indonesia belum sepenuhnya pulih dari tekanan outflow. (HFAN/DVD)