HFANEWS.COM – Sihol Situngkir yang merupakan guru besar Universitas Jambi, memenuhi panggilan penyidik Bareskrim Polri. Ia telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Menurut kuasa hukum Sihol Situngkir, Sandi Situngkir, kehadiran Sihol Situngkir hari ini untuk menjelaskan penyidik terkait kasus ini. Pasalnya, informasi yang diterima Mabes Polri dan pejabat pemerintah tidak seperti yang diberitakan selama ini.
“Profesor (Sihol Situngkir) sangat perlu hadir hari ini untuk menjelaskan semuanya. Apa sesungguhnya yang terjadi,” kata kuasa hukum Sihol Situngkir, Sandi Situngkir, di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (3/4/2024).
Sihol menambahkan, pihaknya menghormati panggilan dari Bareskrim Polri. Sebagai aparatur sipil negara (ASN), dia juga menghormati temuan yang didapatkan Polri.
Baca Juga: Ahmad Sahroni Diperiksa KPK Terkait Kasus Dugaan Pencucian Uang SYL
Sihol menyebut program ferien job sesuai tujuan merdeka belajar kampus merdeka (MBKM) dengan fungsi meningkatkan mutu lulusan sekaligus meningkatkan kompetensi keahlian. “Misalnya manajemen waktu, kedisiplinan perilaku, etika dan lain sebagainya,” ucapnya.
Sebelumnya Bareskrim menetapkan lima orang tersangka TPPO. Kelimanya, yaitu ER alias EW perempuan (39), A alias AE perempuan (37), SS laki-laki (65), AJ perempuan (52), dan MZ laki-laki (60). Mereka adalah orang-orang yang mengimingi hingga memberangkatkan para korban ke Jerman.
Total ada 1.047 mahasiswa yang berasal dari 33 universitas di Indonesia yang diberangkatkan ke Jerman untuk mengikuti program magang. Namun, mereka justru dipekerjakan sebagai buruh kasar, seperti kuli atau tukang angkat barang. Ribuan mahasiswa tersebut dipekerjakan non-prosedural, sehingga tereksploitasi. Para mahasiswa ini telah dipulangkan ke Indonesia pada Desember 2023.
Atas perbuatan para tersangka dijerat Pasal 4, Pasal 11, Pasal 15 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO). Selain itu, Pasal 81 UU Nomor 17 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp 600 juta. (HFAN/Arum)